Chapters of a Master’s Degree Journey (2014 - 2016)


Belanda selalu mengajarkan satu hal sederhana: ketika niat sudah bulat, jalan akan mencari kita. 

Dari atas New Church, lansekap kota ini tidak banyak berubah dari ratusan tahun lalu



If there is a will, there is a way!

-

Beberapa bulan menjelang keberangkatan, saat itu sedang sibuk - sibuknya melengkapi dokumen Visa Schengen  yang mengharuskan saya bolak balik Jakarta - Palembang. Pada masa itu mengurus visa masih di Embassy of the Kingdom of the Netherlands di Jl. Rasuna Said Kuningan. Ngantri dari pagi baru selesai siang hingga sore. Kalo diinget lelah banget perjuangan, mulai dari pesen tiket pesawat nyari yang paling murah dan jamnya pas, dokumen ada yang kurang kirim langsung ke Belanda, check kesehatan, bla bla bla. Sebelumnya juga lebih parah lagi sambil kuliah harus les bahasa Inggris  24/7 agar bisa tembus IELTS (the world’s most popular English language proficiency test for higher education and global migration) yang alhamdulillah saya lulus dengan nilai memuaskan. Rambut sampe rontok sangking stressnya sumpah! Tapi itu baru awal dari segalanya, kalau sudah ngeluh alangkah lemah diri ini, gitu aja yang saya tanamkan dipikiran ini. Dan saya tahu DIA tidak akan memberikan ujian diluar kemampuan umatNYA. Dengan dibantu doa restu orang tua, saya berjuang agar bisa membanggakan mereka.

Tidak beberapa lama dapat berita menggembirakan tentang Visa Schengen Student saya dan teman-teman sudah siap. Jadi beneran nih diriku akan kuliah ke Negeri Belanda. Mimpi menjadi kenyataan berkat usaha dan doa.  Masih ingat saat itu tanggal 12 Oktober 2014. Bahagia dan bangga sekali dengan milestone yang telah dicapai, puas juga, deg degan apa lagi. Ohiya saya kuliah lanjut double master's degree (S2 dengan dua gelar), setahun sebelumnya sudah menjalankan kewajiban sebagai mahasiswa di Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, tahun kedua akan dilanjutkan di UNESCO - IHE (sekarang IHE DELFT) di Belanda. Satu angkatan total 10 orang berangkat dari Soekarno Hatta menuju Amsterdam Airport Schiphol dengan rute transit di Kuala Lumpur. Ini merupakan flight kedua saya ke Benua Eropa. Tahun 2013 silam, saya pernah ikut mama kesana (kita ke Belanda, Belgia dan Perancis). Jadi saya sudah terbayang seberapa jauh dan membosankannya 14 jam penerbangan itu. Tapi untungnya saya duduk sederet dengan teman - teman sekelas yang hobi bercanda, jadi ga kerasa selain tidur dan makan, kita ngobrol asyik terus. Penerbangannya malam jadi kita menginap onboard, dan mendarat di Amsterdam keesokan paginya.

"Flight attendants prepare for landing!", pengumuman pilot dari kokpit yang menandakan pesawat kita akan mendarat. Udara dingin dari luar mulai memasuki kabin pesawat, untungnya kita sudah siap baju musim dingin siap di dalam tas kabin. Ngantri di imigrasi, disambut denga petugas imigrasi yang bertanya ramah "are you here for studying?". Orang belanda pertama yang saya ajak ngomong ya petugas imigrasi ini. Saya jawab dengan gugup, "yes I will be studying in Delft!". Paspor saya di cap dan saya lanjut menuju baggage claim. Bagasi saya hanya satu tapi gede banget. Saya orangnya paling suka kalo pergi itu travel light, ga bawa perintilan sana sini. Keperluan 1 tahun semua dimasukkan ke koper dengan berat 30 kg (lebih dari itu kena charge).

Transisi menuju hari pertama dan kehidupan akademis


Para mahasiwa baru dari Indonesia yang akan menjadi saudara sebangsa untuk 1,5 - 2 tahun kedepan


Akses masuk kampus

Keluar arrival gate kami dijemput pihak Institusi dan diangkut dengan mini bus dari Amsterdam menuju Delft, kalau naik train sekitar satu jam. Sampai di kampus kita mengurus berkas administrasi, diberi kartu mahasiswa dan lainnya, juga diberi makan siang dan diantar menuju dormitori di Minakrusemantstraat untuk menaruh barang dan bersih - bersih. Dormitori ini sangat legendaris bagi anak gaul Delft. Sampai dikamar, saya disambut oleh roommate saya berasal dari Amerika Latin namanya Caroline. Kamar saya dapat di lantai dasar, dua bedroom terpisah dengan kitchen dan bathroom sharing. Ada enak gak enaknya di lantai dasar ini. Enaknya ga perlu antri naik lift keatas, dan ga enaknya adalah privasi agak sedikit kurang karena suka digedor para peminta sumbangan (di Belanda ada juga gituan tapi berkedok komunitas). Roommate saya ramah sekali, dia senior dan sedang ngerjain thesis nya. Kita ngobrol mengenai tips and trik selama hidup di Belanda. Kedengerannya menyenangkan tapi rupanya tidak semudah itu Ferguso!


 Kamar saya selama sampai sebelum pulang ke Palembang untuk ambil data thesis. Setelah itu saya pindah ke lantai 5

Minggu-minggu awal adalah masa “belajar cara belajar” dan bertahan di lingkungan baru. Kebanyakan kita habiskan untuk masa perkenalan di kampus (kalo di Indonesia ini ospek tapi gak pake penyiksaan kating) dan adaptasi mandiri di lingkungan dormitori. Diajak jalan keliling Belanda melihat struktur bangunan air yang dimiliki oleh negara yang level tanahnya berada dibawah muka air laut. Di awal diberi kenikmatan dan kebebasan eksplorasi lingkungan baru, tetapi semakin kemari beban kuliah semakin menjadi. Bayangkan saja belajar eksakta tapi pakai bahasa Inggris, mikirnya dua kali. Setengah mati! siasatnya satu, selalu sempatkan belajar bareng dengan teman - teman yang lebih mengerti. Jangan malu bertanya, beneran sesat dijalan. Konsekuensi balik ke Indonesia tanpa gelar. Menakutkan bukan? Sangat!


Acara sambutan maba

Stroopwafel khas Belanda

Ikan Harring mentah

Poffertjes (kue cubit)

Untuk belanja bulanan, kita nyari ditempat belanja yang halal dan murah dari rekomendasi kakak tingkat, cari barang second hand yang masih bagus tapi harga miring untuk perabotan kamar, beli sepeda seken biar ga jalan kaki, dan membuat agenda liburan keliling eropa bareng temen - temen dengan menyisihkan monthly allowance yang tidak seberapa itu. Dari sini saya bener - bener belajar nabung yang ekstrim. Belajar masak juga, belajar menyelesaikan sesuatu sendiri apalagi. Saya deklarasikan momen ini sebagai momen pendawasaan diri menjadi pribadi yang lebih mandiri, matang, dan bisa mengambil keputusan dengan segala konsekuensi.


Kibelling! Ikan goreng tepung!

Suasana hari pasar kalangan

Pasar kalangan (Flea Market) juga ada setiap hari Rabu dan Sabtu di Centrum Delft. Berbagai macam barang dijual dengan harga miring apalagi kalo udah mau tutup, apa-apa bisa dapet 1 euro. Di tiap kota Belanda itu ada centrum nya berupa lapangan luas yang serbaguna dan juga ada hari pasarnya beda - beda.

 Setelah belanja bulanan dengan sepeda ontel baru (tapi seken)

Ada cerita lucu dari foto diatas, lepas kuliah saya dan dan seorang teman memutuskan untuk mampir ke centrum untuk gorcery shopping, rasanya itu masih di minggu awal jadi penduduk Delft. Centrum berada tepat di belakang kampus kita. Begitu ingin pulang ke dorm, kita nyasar! iya nyasar ga tau harus lewat mana! kalo dipikir - pikir bego bener di Delft sekecil itu bisa nyasar, apa masih jetlag jd hilang orientasi ya? tapi masa lama banget haha. Padahal bisa liat maps juga tapi kita malah sotoy ngeluyur dan malah tambah nyasar!!! 
---

Jadi pas ospek pak rektornya bilang IHE itu sebenernya kepanjangannya adalah Institute for Holiday in Europe,  oh ya udah, ok! maka dari itu saya bertekad harus jalan-jalan keliling eropa, minimal Benelux (Belgium, The Netherlands, Luxembourg) dulu.

Saya bingung aja sama orang yang kuliah di luar negeri tapi tidak disempatkan kemana-mana, mendep aja di dorm - kampus - perpus. Yah mungkin orang beda - beda kita ga bisa memukul rata semuanya juga sih. Tapi kalo saya prinsipnya hidup ini santai aja, disaat studi kita belajar, disaat liburan kita beneran seneng - seneng.  Biar gak stress, ntar kalo stress ganggu hidup orang lagi. Banyak yang gitu!

Living in Delft as a Student


Delft adalah sebuah kota kecil di Provinsi Belanda bagian Selatan, dengan luas area 24,6 km2 dan jumlah penduduk 101 ribu jiwa. Letaknya diantara Rotterdam dan Den Haag. Delft terkenal dengan universitas TU Delft dan UNESCO IHE. Selain itu juga Delft Blue merupakan souvenir porselin kebanggaan kota ini (liat dilemari rumah rupanya nenek punya souvenir delft blue ini dari jaman dulu entah darimana). Hugo Grotious pencetus Hukum Internasional dan Johannes Vermeer pelukis The Girl with A Pearl Earring lahir dari kota ini.

Dari dorm ke kampus selalu lewat sini

Dari dorm ke kampus, saya selalu melewati rute yang khas Delft banget: deretan kanal kecil, windmill yang berdiri anggun, serta pemandangan dua gereja bersejarah, New Church (Nieuwe Kerk) dan Old Church (Oude Kerk), yang menjulang di tengah kota. Saat musim libur tiba, suasana kota kecil ini jadi sangat hangat dan meriah; lampu-lampu gemerlap menghiasi jalanan sempit berbatu, pasar Natal ramai, dan udara dingin bercampur aroma stroopwafel dan glühwein.

Salah satu pengalaman paling memorable sebagai mahasiswa di sini adalah saat pertama kali ke kampus TU Delft untuk mengunjungi Hydraulic Lab. Bayangin, lab-nya sebesar hangar pesawat, lengkap dengan model-model skala sungai, pelabuhan, dan bendungan, benar-benar surga buat pecinta dunia air dan teknik sipil. Kadang ke sana bukan cuma untuk kuliah atau riset, tapi juga sekadar jalan-jalan keliling kampus yang luasnya bikin betah.

Area TU Delft itu hidup banget: banyak mahasiswa bersepeda ke mana-mana, beberapa duduk santai di taman, ada juga yang mejeng sambil foto-foto di depan bangunan ikonik Aula TU Delft. Di waktu luang, aku sering ikut olahraga bareng teman-teman di sports center kampus, mulai dari yoga, badminton, sampai futsal indoor, semuanya tersedia dengan fasilitas super lengkap.

Windmill

New Church


Old Church





Suasana X-mas terasa sekali di kota kecil Delft ini





Di tahun yang padat itu, Delft jadi kata lain dari “rumah kedua” tempat kembali setelah setiap tugas dan akhir pekan. Tahun 2015 menjadi masa yang penuh warna bagi kehidupan di Delft. Awal tahun diwarnai dengan kembalinya ke rutinitas kuliah setelah liburan, menggambarkan Delft sebagai kota yang identik dengan studi dan tugas yang tiada habisnya. Untuk mengimbangi tekanan tersebut, akhir pekan sering dimanfaatkan untuk bepergian keluar kota sebagai pelarian dari kesibukan akademik. Memasuki bulan Maret, kehidupan kampus semakin padat. 

Stasiun Delft yang baru resmi dibuka dengan arsitektur modern yang kontras dengan bangunan lamanya yang tetap dipertahankan sebagai warisan bersejarah. Di bulan yang sama, pertemuan PPI Delft menjadi momen penting untuk berkumpul dengan sesama mahasiswa Indonesia dan berinteraksi dengan KBRI, di tengah kesibukan perkuliahan yang meningkat.

Akhir tahun, setelah perjalanan ke UK, saatnya pulang ke Indonesia (demi tujuan mengumpulkan data) dengan candaan khas: “Thesisnya dibuat ya, jangan jalan mulu.” Delft benar-benar menjadi rumah kedua yang menyimpan kenangan personal, akademik, dan reflektif sebelum babak kehidupan berikutnya dimulai.

New Year, New Me New Room in 5th Floor


Sebelum kembali ke Indonesia kemarin saya memutuskan kontrak dengan kamar di lantai dasar yang sudah saya tempati dari awal kedatangan di Belanda. Karena aturannya emang begitu, dan saya tidak mau keep dan bayar kamar tersebut selama tiga bulan kepulangan saya. Kan boros ya. Jadi saya harus mencari kamar baru. Masih di Minakrusemanstraat, dorm nya anak gaul Delft. Kali ini saya ga mau sharing, karena kalau mandi dan ke wc harus tunggu - tungguan. Ditambah lagi saya orangnya introvert akut, lebih suka sendiri daripada harus ketemu orang lain. Untungnya saat itu ada satu sisa kamar single room di lantai 5. Satu kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur. Tanpa pikir panjang langsung saya pesan kamar itu untuk tiga bulan kedepan, karena masa penyusunan thesis harus tenang dan zen!

Thesis Defense

Finally, the defense day is here! Dikala itu saya sibuk sekali menyelesaikan thesis karena kurang sebulan lagi hingga jadwal Thesis Defense saya. Sidang thesis selalu berhasil membuat saya mules akut. Masih ingat ketika sidang S1 dulu saya tak henti - hentinya bolak balik kamar mandi. Yah kali ini juga begitu. Cuma lebih elit aja soalnya di Belanda.

Graduation Day

Tabung biru impian semua yang menempuh ilmu di IHE!

Graduation Day! adalah suatu pencapaian tertinggi bagi seorang pejuang pendidikan. Apalah arti kemenangan tanpa perayaan. Ini kali kedua saya diwisuda, yang pertama tahun 2012 lalu dengan gelar Sarjana Teknik dari salah satu Universitas ternama di Sumatera, Universitas Sriwijaya. Universitas dimana saya akan mengabdi sepulang dari Belanda ini. Alhamdulillah tak henti - hentinya diri ini berucap syukur kepada NYA. 

Perjuangan selama setahun lebih tidak sia - sia. Ingat kala itu pernah berada di titik terendah, putus asa melihat beban yang ada di depan begitu berat. Tapi setiap saya merasa down, saya selalu berdoa meminta petunjuk kepada NYA dan sempatkan sesi curhat dengan mama, orang yang paling mengerti saya. Terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang sudah membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan jenjang master di UNESCO - IHE ini. Dan terima kasih juga kepada mereka yang telah membuat saya terjungkal dan terperosok, saya tidak membenci kalian, karena tanpa orang - orang seperti kalian, saya tidak akan tahu seberapa kuat diri ini mampu menghadapi cobaan. Saya pun diberi kepercayaan untuk pidato perpisahan mewakili teman - teman Double Degree. Sedih rasanya harus pisah dengan yang sudah saya anggap seperti keluarga dan rumah kedua ini.

Almarhum Prof. Robiyanto Hendro Susanto, salah satu pembimbing yang banyak membantu saya mulai dari di Palembang sampai di Belanda. 
Terima kasih Pak Robi, tanpa bapak saya tidak akan seperti sekarang ini.

Dr. F. X. Suryadi, dosen pembimbing thesis. 
Terima kasih Pak Sur sudah banyak sekali membantu saya selama perkuliahan ini. Sehat selalu pak!

Oh iya, karena programnya ini double degree, kelak setiba di Indonesia akan diwisuda lagi oleh UNSRI. Gelar juga dapat dua, sehingga nama saya yang sudah panjang ini makin jadi panjang. Jadi kata alm. Prof. Robi itu program ini adalah program buy one get two. Sayangnya program ini sudah tidak ada lagi. Angkatan kami ini angkatan terakhir.

Kalau dipikir-pikir, masa studi master's degree selama 1,5-2 tahun itu terasa sangat singkat. Waktu di Delft berjalan pelan tapi pasti, karena itu, saya benar-benar berusaha memanfaatkan setiap momen untuk belajar, menjelajah, tertawa, dan tumbuh bersama teman-teman yang sudah seperti keluarga sendiri. 

Setiap orang punya masanya, dan pada akhirnya masa itu akan berlalu. Saat kelulusan tiba, kenyataan itu menyapa dengan pelan tapi menyentuh, kami semua akan berpisah, melangkah ke arah masing-masing. Perpisahan dengan sahabat-sahabat terbaik yang menemani suka dan duka meninggalkan rasa haru yang dalam. Delft memberi begitu banyak kenangan indah, tapi juga mengajarkan bahwa setiap babak yang indah suatu saat akan usai, agar babak baru bisa dimulai.

Comments

Popular Posts